MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL INTERRELIGIUS UNTUK MEMFASILITASI BELAJAR TOLERANSI BERAGAMA

Posted by Ignasius Suswakara
Sekolah Tinggi Pastoral Atma Reksa Ende
on July 02, 2025

Saat ini Indonesia masih menjadi negara yang diakui oleh bangsa-bangsa lain yang mampu mengelola keragaman agama dan budayanya menjadi kekayaan bangsa. Perbedaan bukanlah kelemahan tetapi justru adalah kekuatan bangsa untuk mencapai tujuan bersama. Dengan dasar negaranya, Pancasila, bangsa ini telah berhasil hingga saat ini mempertahankan identitas tersebut. Perbedaan agama, suku, dan budaya justru memperkuat dan mempersatukan bangsa ini untuk melangkah menuju tujuan bersama, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Alinea IV).

Meski demikian, Indonesia tidak terbebaskan dari pelbagai konflik atas nama kemajemukan tersebut. Konflik antarumat beragama masih terjadi di tengah masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai negara yang religius. Faktor pemicunya meliputi kasus pencemaran agama, segregasi wilayah monoreligius, dan isu sensitif seperti pendirian rumah ibadah, isu jumlah penganut, rumah ibadah dan kebijakan pemerintah yang tidak adil, dapat memicu ketegangan antar-agama (Burhani et al., 2021) (Lindsey & Pausacker, 2016). Praktek beragama tidak selalu membawa orang pada toleransi beragama (Setiawan et al., 2020). Karena itu, bangsa ini tetap memerlukan pengelolaan yang baik untuk mencegah konflik dan memperkuat kohesi sosial yang bersumber dari kenyataan kemajemukan tersebut.

Salah satu titik star untuk merawat kemajemukan tersebut adalah melalui penanaman sikap tolerasi. Toleransi beragama dapat diandaikan sebagai norma dalam pergaulan lintas agama dan keyakinan, di atas mana negara meneguhkan perannya melindungi kebebasan masing-masing pemeluk agama dan kepercayaan, baik di tingkat individual maupun komunal (Balun et al., 2020). Menurut UNESCO, toleransi adalah rasa hormat, penerimaan, dan penghargaan atas keragaman budaya dunia yang kaya, berbagai bentuk ekspresi diri, dan cara-cara menjadi manusia. Toleransi adalah kerukunan dalam perbedaan (UNESCO, 1995). Toleransi beragama merupakan sikap dan perilaku yang melarang diskriminasi terhadap kelompok berbeda agama dan mendorong koeksistensi damai (Litbang Kemenag RI, 2022). Dalam konteks global, toleransi beragama dapat menjadi “bridging” dalam mengurangi konflik dan mempromosikan harmoni sosial (Putnam’s, 2007).

Sikap toleransi beragama dapat dijaga dan dikembangkan melalui pendidikan, baik formal maupun non-formal (Tondok et al., 2022) (Kolb, 2021) (Matei, 2024). Pendidikan formal memainkan peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai toleransi melalui kurikulum tersistem maupun tersembunyi (Foley, 2025) (Kim, 2017) (Komalasari, 2018). Dalam berbagai diskusi tentang toleransi beragama, muncul pertanyaan apakah model pengajaran agama di Indonesia saat ini sudah responsif terhadap perubahan masyarakat. Latuconsina (2016) menekankan bahwa pendidikan agama harus mampu membekali peserta didik menghadapi tantangan masyarakat yang terus berubah (Latuconsina, 2016). Pendidikan agama tidak hanya tentang doktrin, tetapi juga tentang membangun etika sosial yang inklusif. Tanpa pendekatan yang adaptif, pendidikan agama justrus berisiko memperkuat sikap eksklusivisme. Hal ini yang menjadi dasar dari kritikan terhadap pendidikan monoreligius yang berlaku di Indonesia (Hariyadi & Imronuddin, 2021). (Yusuf & Sterkens, 2013). Dalam masyarakat multikultural, pendidikan di kelas harus dirancang untuk mengembangkan pemahaman lintas agama. Pendidikan di kelas dapat membantu mengurangi konflik antaragama dengan mereduksi perasaan cemas dan terancam terhadap kelompok yang berbeda (Pettigrew & Tropp, 2006).

Pendidikan toleransi beragama di Indonesia menjadi sangat mendesak di lingkungan homogen yang cenderung tertutup terhadap perbedaan (Listia, 2017). Dalam konteks Indonesia yang multireligius dan multietnis, pendidikan toleransi beragama berperan untuk membentuk kepribadian yang empatik dan menghargai kemajemukan. Menurut Allport (1954), pribadi yang toleran adalah mereka yang tidak membedakan ras, warna kulit, atau kepercayaan. Pribadi yang mampu melakukan kontrol atas prasangka dan menonjolkan empati. Untuk itulah dalam pendidikan toleransi beragama, guru atau dosen perlu mempertimbangkan model dan pendekatan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan pemahaman dan sikap toleransi.

Salah satu model pembelajaran yang perlu digunakan oleh pendidik adalah model pembelajaran kontekstual. Model pembelajaran ini dalam banyak penelitian mampu meningkatkan toleransi beragama, moderasi beragama dan sikap inklusif (Afiyah & Yenuri, 2025) (Amirudin et al., 2022). Model pembelajaran kontekstual adalah model pembelajaran yang mengaitkan materi dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik menghubungkan pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan (Johnson, 2009). Model ini sejak awal memang dirancang untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan sosial (Sears, 2003) (Kesuma, 2010). Model Pembelajaran kontekstual tidak hanya memberi pengaruh positif signifikan terhadap sikap keagamaan siswa terhadap agamanya sendiri tetapi juga berpengaruh pada peningkatan sikap inklusif dan moderasi peserta didik (Batubara, 2024) (Winata et al., 2020) (Aisih et al., 2025).

Model pembelajaran kontekstual akan menjadi model yang lebih efektif jika dikolaborasikan dengan pendekatan interreligius. Kolaborasi dimaksudkan agar peserta didik tidak hanya belajar dari konteks pluralisme agama ke dalam kelas, tetapi juga memaknainya melalui nilai-nilai keagamaan dan kemanusiaan, serta mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan berbagai teori tentang pendekatan interreligius dalam pendidikan keagamaan (Vilà et al., 2020) (Gill, 2016) (Muhammad & Imronudin, 2022). Pendekatan interreligius atau pendekatan lintas agama adalah suatu pendidikan yang tidak hanya bertujuan: untuk mempelajari agama sendiri, terlebih bukan untuk menghakimi pengikut agama dan kepercayaan, tradisi lain yang berbeda, melainkan bertujuan untuk memahami dengan penuh hormat terhadap orang atau kelompok lain yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda (Balun et al., 2020). Istilah pendekatan interreligius dalam pendidikan merujuk pada pendekatan pembelajaran yang mempromosikan dialog antarumat beragama, “learn skills in communication and listening to the ‘other’ that benefits them in all sorts of intercultural contexts” (Cronshaw, 2021). Model pendekatan ini mengarahkan peserta didik untuk berinteraksi dengan umat beragama lain dalam kesetaraan dan penghormatan. Hal ini juga sejalan dengan teori kontak Allport (Allport, 1954) (Güleç, 2025), yang menyatakan bahwa interaksi positif antar kelompok berbeda dapat meningkatkan pemahaman bersama (Wetering & Horreh, 2019). Pendekatan interreligius dari zaman ke zaman telah menjadi perhatian dunia dalam menangani masalah konflik antaragama, pluralisme, imigran dan kesadaran global (Lähnemann, 2024).

Praktisnya, pembelajaran yang mengkolaborasikan pembelajaran kontekstual dan pendekatan interreligius adalah dengan mengembangkan tahapan pembelajaran kontekstual yang menyentuh pengetahuan dan pengalaman peserta didik untuk berinteraksi dengan ajaran dan umat beragama lain. Misalnya dalam tahapan konteks dan modelling pada sintak pembelajaran kontekstual, peserta didik diarahkan untuk tidak saja melihat keagamaannya sendiri tetapi keseluruhan konteks umat beragama di Indonesia. Pembelajaran konteks dapat dilakukan di kelas melalui media, tetapi juga melalui kunjungan langsung ke rumah-rumah ibadah atau organisasi keagamaan umat beragama lainnya. Pada tahap modelling, pendidik bisa menghadirkan tokoh agama yang berbeda untuk berbicara tentang toleransi beragama. Pengalaman pembelajaran dan perjumpaan dengan umat beragama lain menjadi pengalaman yang berharga dan bermakna bagi peserta didik dalam mengembangkan sikap toleransi dan inklusif.

Dalam pembelajaran toleransi beragama peran pendidik sangatlah penting. Pendidik perlu bersikap moderat. Untuk sampai pada pembentukan sikap toleransi, pendidik sendiri harus bersikap moderasi dalam beragama. Kemampuan pendidik dalam menciptakan karakter toleransi menjadi jembatan bagi mahasiswa untuk berperilaku yang sama. Hal ini sangat penting, karena teladan guru dan suasana akademik yang diciptakan menjadi lingkungan yang tepat bagi peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikap toleransi. Pendidik adalah model dari pemahaman dan sikap toleransi beragama.

Toleransi beragama merupakan salah satu nilai penting yang harus ditanamkan pada generasi muda untuk menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai (Widyawati, 2021) (Inayatillah, 2021). Tema toleransi beragama dapat diajarkan dalam pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, pendidikan agama, ataupun pada mata kuliah tersendiri di perguruan tinggi. Dalam konteks multikultural dan pluralis, pendidikan di kelas memiliki peran strategis dalam mengembangkan nilai-nilai toleransi beragama pada peserta didik. Melalui model pembelajaran yang tepat, peserta didik dapat belajar untuk menghargai dan menghormati perbedaan agama yang ada di masyarakat.



Referensi

Afiyah, L., & Yenuri, A. A. (2025). Contextual Learning Model to Realize Islamic Moderation in Islamic Religious Education. 2(1), 35–39. https://doi.org/10.56566/jki.v2i1.221

Aisih, L. A., Saihan, & Indrianto, N. (2025). The Role Of Contextual Learning In Embedding Religious Moderation Values In PAI Subjects. Islamic Management: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 1. https://doi.org/10.30868/im.v7i02.7884

Allport, G. W. (1954). The Nature of Prejudice. https://archive.org/details/natureofprejudic00allprich/page/n5/mode/2up

Amirudin, J., Ruswandi, U., Erihadiana, M., & Rohimah, E. (2022). Implementation Of The CTL Learning Model Through Islamic Moderate Values In Improving The Attitude Of Students Tolerance In School. Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam, 5(2), 690–703. https://doi.org/https://doi.org/10.31538/nzh.v5i2.2201

Balun, P., Hartana, P., Givari, H., Tauruy, A. S. El, Suseno, S., Suryo, & Gumay, M. R. (2020). SIGMA PANCASILA: Kepelbagaian, Menganyam Keindonesiaan, Meneguhkan Keindonesiaan. In Sigma Pancasila (Vol. 1, Issue 1). Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. https://bpip.go.id/public/buku/wp-content/uploads/2024/01/Prosiding-Sigma-Pancasila.pdf

Batubara, M. (2024). The Influence of Contextual Approach in PAI Learning on Students ’ Religious Attitudes. 2(2), 99–109. https://jurnal.uinsyahada.ac.id/index.php/Educationist/article/view/15439

Burhani, H., Awaludin, A., Haryadi, D., Adlin, M., Puslitbang, S., Agama, B., Keagamaan, L., & Litbang, B. (2021). Potret Kerukunan Masyarakat Indonesia 2020: Tantangan dan Solusi.

Cronshaw, D. (2021). Finding common ground: grassroots dialogue principles for interreligious learning at university. Journal of Religious Education, 69(1), 127–144. https://doi.org/10.1007/s40839-020-00128-0

Foley, T. (2025). Exploring perceptions of interreligious learning and teaching and the interplay with religious identity : a synthesis of a five ‑ part evolving study. Journal of Religious Education, 73(1), 115–134. https://doi.org/10.1007/s40839-025-00254-7

Gill, S. (2016). Universities as spaces for engaging the other: A pedagogy of encounter for intercultural and interreligious education. International Review of Education, 62(4), 483–500. https://doi.org/10.1007/s11159-016-9572-7

Güleç, Y. (2025). Factors affecting religious tolerance and prejudice in school context: a mixed method research synthesis. British Journal of Religious Education, April. https://doi.org/10.1080/01416200.2025.2471100

Hariyadi, M., & Imronuddin, I. (2021). Karateristik Pendidikan Inter-Religius Dalam Al-qur’an. Kordinat: Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam, 20(1), 127–146. https://doi.org/10.15408/kordinat.v20i1.20649

Inayatillah, I. (2021). Moderasi Beragama di Kalangan Milenial Peluang, Tantangan, Kompleksitas dan Tawaran Solusi. Tazkir : Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial Dan Keislaman, 7(1), 123–142. https://doi.org/10.24952/tazkir.v7i1.4235

Johnson, E. B. (2009). Contextual teaching and learning: menjadikan kegiatan belajar mengajar mengasyikkan dan bermakna. Mizan Learning Center. https://onesearch.id/Record/IOS2862.UNMAL000000000042388

Kesuma, D. (2010). Contextual Teaching and Learning. Sebuah Panduan Awal Pengembangan PBM. Rahayasa Research and Training. https://digilib.uki.ac.id/index.php?p=show_detail&id=7370&keywords=

Kim, M. (2017). An Investigation of Interreligious Education in Public Schools (Issue April) [University of Toronto]. https://utoronto.scholaris.ca/bitstreams/6a834ca5-b7ad-466d-8ef3-94eb6c8b11fa/download

Kolb, J. (2021). Modes of Interreligious Learning within Pedagogical Practice. An Analysis of Interreligious Approaches in Germany and Austria. Religious Education, 116(2), 142–156. https://doi.org/10.1080/00344087.2020.1854416

Komalasari, K. (2018). Living Values Education in Civic Education Learning to Develop Students’ Civic Disposition. 251(Acec), 107–110. https://doi.org/10.2991/acec-18.2018.27

Lähnemann, J. (2024). Interreligious Learning and Peace Education . A History of Religions for Peace (35th ed., Issue February). https://users.ox.ac.uk/~fmml2152/publications/Laehnemann2024-RfP-PrePrint.pdf

Latuconsina, A. (2016). Model Pembelajaran Agama Dalam Membangun Toleransi Di Ruang Publik Sekolah. Al-Iltizam: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1). https://doi.org/https://doi.org/10.33477/alt.v1i1.181

Lindsey, T., & Pausacker, H. (2016). Religion, Law and Intolerance in Indonesia. In Academia.Edu. Routledge. https://www.academia.edu/download/50991158/MUI_and_aqidah_based_intolerance.pdf

Listia. (2017). Masalah Perkembangan Paham Intoleransi di Lembaga Pendidikan dan Solusi Bagi Keindonesiaan. 6–7. https://pusham.uii.ac.id/menggelar-kebhinekaan-merajut-kebersamaan/

Litbang Kemenag RI. (2022). Indeks Kerukunan Umat Beragama Tahun 2021. Litbang Kemenag RI. https://balitbangdiklat.kemenag.go.id/berita/indeks-kerukunan-umat-beragama-tahun-2021-masuk-kategori-baik

Matei, C. (2024). The Role of Religious Education in Promoting Active Pluralism in Belgium. RAIS, Research Association for Interdicipline Studies. https://rais.education/wp-content/uploads/2024/07/0401.pdf

Muhammad, R., & Imronudin, I. (2022). Pendidikan Interelijiusitas: Wacana Moderasi Beragama Di Ruang Publik. Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, 8(1), 77–91. https://doi.org/10.15408/ushuluna.v8i1.25442

Pettigrew, T. F., & Tropp, L. R. (2006). A meta-analytic test of intergroup contact theory. Journal of Personality and Social Psychology, 90(5), 751–783. https://doi.org/10.1037/0022-3514.90.5.751

Putnam’s, R. D. (2007). E Pluribus Unum: Diversity and community in the twenty-first century The 2006 Johan Skytte Prize Lecture". Housing Policy Debate, 19(1), 208–217. https://sci-hub.se/10.1111/j.1467-9477.2007.00176.x

Sears, S. (2003). Introduction to contextual teaching and learning. Phi Delta Kappa Educational Foundation. https://eric.ed.gov/?id=ED477300

Setiawan, T., De Jong, E. B., Scheepers, P. L., & Sterkens, C. J. (2020). The relation between religiosity dimensions and support for interreligious conflict in Indonesia. Archive for the Psychology of Religion, 42(2), 244–261. https://doi.org/10.1177/0084672419878824

Tondok, M. S., Suryanto, S., & Ardi, R. (2022). Intervention Program to Reduce Religious Prejudice in Education Settings: A Scoping Review. Religions, 13(4), 1–18. https://doi.org/10.3390/rel13040299

UNESCO. (1995). Declaration of Principles on Tolerance Proclaimed and signed by the Member States of UNESCO on 16 November 1995. Declaration of Principles on Tolerance Proclaimed and Signed by the Member States of UNESCO on 16 November 1995, 33(9), 33-1251-33–1251.

Vilà, R., Freixa, M., & Aneas, A. (2020). Interreligious and intercultural dialogue in education. Interdisciplinary Journal for Religion and Transformation in Contemporary Society, 6(2), 255–273. https://doi.org/10.30965/23642807-00602002

Wetering, S. van de, & Horreh, A. (2019). The European Project Of Interreligious Learning (EPIL) A ‘Good Practice’ In Inclusive And Interreligious Education. Studies in Interreligious Dialogue, 29(1), 61–81. https://doi.org/10.2143/SID.29.1.3286455

Widyawati, F. (2021). Memupuk Toleransi Kaum Muda Katolik Melalui Dialog Dan Visitasi Ke Rumah Ibadahumat Beragama Lain Di Ruteng, Manggarai. Randang Tana - Jurnal Pengabdian Masyarakat, 4(2), 10–19. https://doi.org/10.36928/jrt.v4i2.801

Winata, A. K., Solihin, I., Ruswandi, U., & Erihadiana, M. (2020). Moderasi Islam Dalam Pembelajaran PAI Melalui Model Pembelajaran Konstekstual. Ciencias : Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pendidikan, 3(2), 82–92. https://ejournal.upg45ntt.ac.id/ciencias/article/view/61

Yusuf, M., & Sterkens, C. (2013). Pengaruh Negara Dan Organisasi Keagamaan Pada Kebijakan Sekolah Berbasis Agama. Masyarakat Indonesia, 39(1). https://repository.ubn.ru.nl/handle/2066/140226