IPTPI: Menjaga Kompas Moral di Era Inovasi Teknologi Pendidikan
Posted by MUSTAJI
PP IPTPI
on November 23, 2025

Perkembangan teknologi telah mengubah lanskap pendidikan secara fundamental. Dari adopsi Kecerdasan Buatan (AI) hingga menjamurnya teknologi imersif dan analitik pembelajaran, kita berada di era yang dijuluki 'Teknologi Pendidikan Berjaya'. Namun, di tengah euforia inovasi digital ini, pertanyaan mendasar muncul: Siapkah kita secara etis?
Pesan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Nyoman S. Degeng, M.Pd.d dalam acara pelantikan IPTPI Pengurus Wilayah Jawa Timur (Sabtu, 22 Nopember 2025), menekankan bahwa etika profesi adalah fondasi utama bagi kemajuan bidang ini. Ini bukan sekadar formalitas, melainkan kompas moral yang harus dipegang teguh oleh seluruh praktisi, peneliti, dan pengembang teknologi pendidikan.
Dilema dan Tuntutan Era Digital
Dinamika teknologi pendidikan saat ini menuntut kesiapan profesional yang melampaui kompetensi teknis. Mengembangkan platform belajar berbasis AI memang krusial, tetapi jauh lebih penting untuk memastikan bahwa algoritma tersebut adil (tidak bias) dan bertanggung jawab terhadap data pribadi peserta didik.
Inilah titik strategis di mana Komisi Etik Pengurus Pusat Asosiasi Profesi Teknologi Pendidikan (IPTPI) memiliki peran vital. Mandat mereka adalah menjamin bahwa setiap praktik profesional tidak hanya efisien, tetapi juga berintegritas, akuntabel, dan sesuai standar etik profesi.
Apresiasi dan Tantangan Terhadap Komitmen Komisi Etik
Kami mengapresiasi lima komitmen yang digariskan oleh Komisi Etik:
- Memperkuat Kode Etik: Pembaruan kode etik harus menjadi dokumen yang 'hidup', mampu merespons isu-isu baru seperti privasi data, otentisitas karya di era AI, dan mitigasi risiko kecanduan digital.
- Mekanisme Penjaminan Etik yang Transparan: Menekankan pencegahan dan pembinaan adalah langkah bijak. Alih-alih hanya berfokus pada sanksi, pendekatan edukatif akan membangun budaya etik secara kolektif dan berkelanjutan.
- Sosialisasi dan Literasi Etik: Etika tidak akan berfungsi jika hanya menjadi dokumen di atas kertas. Literasi etik harus diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan profesional dan disosialisasikan secara masif kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk orang tua dan siswa.
- Fasilitasi Konsultasi Etik: Ini adalah layanan krusial. Praktisi dan pengembang seringkali menghadapi abu-abu etis saat berinovasi. Ruang konsultasi yang aman dapat memastikan inovasi tetap berlandaskan perlindungan peserta didik dan kepentingan publik.
- Kerja Sama Lintas Institusi: Etika profesi tidak mengenal batas organisasi. Kolaborasi dengan lembaga lain—akademisi, industri, hingga regulator—akan memperkuat integritas dan kehormatan profesi secara menyeluruh.
Masa Depan Teknologi Pendidikan yang Beretika
Pesan dari Prof. Degeng jelas: Etika adalah penuntun agar seluruh kegiatan kita berorientasi pada kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan peserta didik.
Perjuangan menuju "Teknologi Pendidikan Berjaya" sesungguhnya adalah perjuangan untuk memastikan bahwa teknologi berfungsi sebagai pelayan, bukan penguasa pendidikan. Kemajuan sejati tidak diukur dari seberapa canggih tool yang kita miliki, melainkan seberapa etis dan bertanggung jawab cara kita menggunakannya untuk membentuk generasi masa depan.
Kita semua, sebagai anggota IPTPI dan pemangku kepentingan pendidikan, memiliki tanggung jawab untuk bersama-sama memperkuat budaya etik ini. Dengan komitmen Komisi Etik dan partisipasi aktif dari komunitas, kita dapat memastikan bahwa teknologi pendidikan Indonesia tidak hanya maju secara teknis, tetapi juga luhur secara moral, memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan bangsa [mustaji]

